The Amazing Spider-man
“ Jauh lebih penting dengan siapa kita nonton,
ketimbang film apa
yang kita tonton ”
--- Dio Xervan Lie ---
“ Hahh? Jadi kamu
udah nonton Spiderman 4? Ngapain
nonton lagi?” tanya Chensy.
“ Bukan Spiderman 4, tapi The Amazing Spider-man. Ini bukan kelanjutan dari tiga film Spider-man karya Sam Raimi sebelumnya.” Jawab
Servan sambil menikmati rujak di dekat Mal
Sawokembar Theatre, menunggu film diputar.
“ Iya, tapi
kenapa kamu sampai bela-belain nonton dua kali? Kamu suka banget sama film ini
ya?” lanjut Chensy.
“ Elo tuh kayak
nggak tahu aja Chens, dari dulu Servan kan emang ngefans berat sama pemeran
Mary Jane?” sahut Ima.
“ Pemeran Mary
Jane? Kirsten Dunst? Kamu ngefans sama dia?” ujar Chensy.
“ Cewek si Peter
Parker kali ini bukan Mary Jane, tapi Gwen Stacy! Aku emang ngefans sama Mary
Jane, tapi bukan itu alasan utamaku nonton dua kali!” jawab Servan.
“ Kalo dari yang
kubaca di internet sih paling bagus tuh Spiderman 2. Karena banyak banget
remaja yang merasa terwakili oleh sosok Peter Parker.” Kata Chensy.
“ Ya, kamu benar.
Aku juga merasa sangat terwakili oleh sosok Peter Parker. Peter bukan anak dari
keluarga tajir, tipe kutu buku, bukan sosok idola di kampusnya, dan nggak
banyak cewek yang bisa dia dekati. Tipeku banget deh!” kata Servan.
“ Hmmm… nggak juga
lho Van, menurutku kamu jauh lebih populer ketimbang si Peter Parker sebelum
dia jadi Spiderman. Jangan terlalu merendah lah.” Ujar Chensy.
“ Kalo Servan
adalah Peter Parker, berarti kamu adalah Mary Jane donk!” kata Ima kepada
Chensy.
“ Hah? Trus kamu
siapa Im? Gwen Stacy?” kata Chensy.
“ Untung di Servan
dong! Bisa ngencanin dua cewek cantik sekaligus kayak kita! Pantesan lu
bela-belain nonton bareng sama kita berdua. Ya udah nih tiketmu, sana kamu
nonton sendiri aja sana!” kata Ima sambil meledek.
“ Kalau aku adalah
Peter Parker di tiga film Sam Raimi, aku nggak recommend kalau salah satu dari kalian jadi Mary Jane!” kata
Servan.
“ Kenapa? Apa kita
nggak masuk kualifikasimu? Kok sombong banget sih kamu Van” kata Chensy.
“ Bukan gitu! Kalian semua nonton tiga film Spiderman kan?”
“ Ya!” jawab Ima
dan Chensy serempak.
“ Aku juga sangat
menyukai trilogy film itu, tapi ada satu peran Mary Jane di setiap film itu
yang aku nggak suka!” kata Servan.
“ Apa itu?” tanya
Chensy.
“ Coba perhatikan!
Di film Spiderman yang pertama, Mary
Jane disandera oleh Green Goblin, agar Spiderman bisa muncul. Di film Spiderman 2, Mary Jane juga dijadikan
sandera oleh Doctor Octopus. Lalu terakhir di Spiderman 3, Mary Jane juga disandera oleh Venom. Dalam Trilogy
Spiderman ini, seolah-olah Mary Jane hanya berperan sebagai sandera yang
dimanfaatkan oleh para villain untuk
mencelakakan Spiderman. Menurutku kehadiran kalian lebih dari sekedar itu!” Papar
Servan.
“ Ohhhh Servan, you
are so sweet, tapi rada lebay!” ujar
Ima.
“ Hmmm… bener juga
ya analisamu Van! Kalau aku juga punya keberatan lain dari film trilogy Spiderman
ini.” kata Chensy.
“ Apa itu?” tanya
Servan.
“ Sosok villain yang
ditampilkan selalu memiliki kepribadian ganda, antara baik dan jahat. Di film
pertama, Green Goblin berperang batin dengan dirinya sendiri di depan cermin.
Di Spiderman2, Doc Ock juga perang batin dengan pikirannya sendiri, yang telah
dikuasai oleh syaraf dan kecerdasan buatan. Sedangkan di film ketiga, Peter Parker
juga memiliki perang batin dengan dirinya sendiri, ketika dia memakai kostum
hitam. Kayaknya polanya selalu begitu.”
“Hmm, analisamu ada
benarnya juga Chensy! Jadi kalau boleh kusimpulkan; ada dua kemiripan dalam trilogy
spiderman. Pertama, Mary Jane selalu jadi sandera dari Villain. Ke dua, sosok
villain selalu memiliki kepribadian ganda antara menjadi baik atau jahat!” kata
Servan.
“ Itu doank? Masih
banyak lho hal-hal positif lain dari trilogy Spiderman!” kata Chensy.
“Udah-udah! Filmnya
udah mau mulai! Kita masuk ke studio aja yuk!” kata Ima.
Servan, Chensy dan Ima segera beranjak dari meja mereka, menuju
studio 1, tempat film The Amazing Spider-man
di putar.
“ Eh, jadi kalian
mau tahu nggak, apa alasanku mau nonton dua kali?” kata Servan.
“ Nggak penting!
Nggak usah!” kata Ima.
“ Beneran nggak mau
tahu?” kata Servan.
“ Awas ya jangan spoiler lho! Aku paling sebel kalo
cerita film dibocorin sebelum kutonton!” kata Chensy.
“ Udahlah Van, kami
nggak mau tahu! Pokoknya kita nonton dan elo jangan rebut. Titik!” kata Ima.
“ Ehm, biar kukasih
tahu yah! Sebenarnya aku punya prinsip begini; Jauh lebih penting dengan siapa kita nonton, ketimbang
film apa yang kita tonton.” Ujar Servan.
“ Haaahhhh gak
penting banget sih? Ayuk Chens, kita masuk aja yuk!” kata Ima sambil
menggandeng lengan Chensy.
Ima dan Chensy segera ngeloyor masuk ke dalam bioskop
meninggalkan Servan.
“ Hei tunggu,
tiketku jangan dibawa donk!” kata Servan.
TAMAT.