EURO CUP 2012, ITALY vs SPAIN
"Who Ever Loses, I Win"
-- Deni Legato --
Kafe Palemsari di kota Jagakarya termasuk tempat nongkrong favorit yang berkelas. Malam itu, hampir setengah jam Deni nerocos curhat sambil mengaduk-aduk Wedang Ronde pesanannya, tanpa meminumnya sama sekali. Padahal harga seporsi Wedang Ronde di Kafe kafe ini termasuk mahal. Itulah yang selalu dilakukan Deni secara reflex jika ia sedang galau. Setelah capek biasanya Deni akan diam dan kaget sendiri, mendapati wedang rondenya sudah dingin. Servan mencoba terus menjadi pendengar dan konselor yang baik.
“Kan udah kubilang Den, kalo cewek nolak diajak kencan tuh mungkin
dia mau nguji kamu doank!”
“Tapi yang ini keterlaluan banget Van! Dengerin yah, waktu pertandingan
Belanda lawan Jerman, kamu pegang mana?”
“Sori Den, aku ndak seneng taruhan pake duit!”
“Ya ampun Servan, aku sama Renata tuh nggak taruhan pake
duit!”
“Trus taruhan apa?”
“Aku bilang ke Renata; kalo Belanda kalah lawan Jerman aku
bakal nraktir dia. Kita tahu sendiri, ternyata Belanda emang kalah lawan Jerman
kan?”
“Jadi kamu nraktir si Renata?”
“Ya, aku harus nraktir Renata, tapi tempat makannya harus
aku yang nentuin! Trus waktu Jerman tanding lawan Italy, aku pegang Italy dan si Renata pegang Jerman.”
“Jadi kali ini kamu menang taruhan, dan Renata harus
nraktir kamu?”
“Nah ini masalahnya Van! Karena aku menang taruhan sekali,
dan kalah taruhan sekali, si Renata ngajak kita impas aja! Jadi nggak usah
saling nraktir”
“Lha iya, trus masalahnya apa Den?”
“Padahal kalo nggak dibikin impas kan kita bisa kencan dua
kali? Sekali aku yang nraktir, sekali dia yang nraktir! Aku udah seneng banget
bisa dua kali kencan bareng Renata, eehh, dianya kayak nggak pengin kencan sama
sekali!”
Servan agak kaget mendengar kualitas curhatan Deni. Sejak
awal Servan sadar, kalau orang sedang jatuh cinta, biasanya perilakunya bisa
jadi sangat kekanak-kanakan. Tapi Servan
nggak nyangka jika Deni bisa bertingkah sekonyol ini!
“Kamu kok Lebay banget sih Den? Jadi semua kegalauanmu tuh
cuma gara-gara kencan yang batal?” ujar Servan agak protes.
“Satu lagi Van, akhirnya aku ngajak dia taruhan lagi! Kali
ini aku pegang Italy dan dia pegang Spanyol!” kata Deni mencoba menenangkan Servan.
“Deniiii…, kamu tuh kalo mau nraktir Renata ya tinggal ajak
aja! Nggak usah pakai taruhan gitu kenapa?”
“Kali ini taruhannya bukan nraktir Van!”
“Apa taruhannya kali ini?”
“Kemarin aku bilang ke Renata, kalau jagoanku Italy menang,
dia harus memeluk aku! Tapi kalau Spanyol menang, aku harus memeluk Renata!”
ujar Deni dengan ekspresi tanpa dosa.
Servan terbelalak mendengar taruhan yang ditawarkan Deni. Servan menatap dengan muka terheran-heran kepada Deni.
“Emang ada yang aneh ya Van, dengan taruhanku?”
Servan tidak bisa berkomentar lagi. Jika taruhan nraktir aja
ditolak oleh Renata, apalagi taruhan bepelukan seperti ini?
“Trus dia setuju dengan taruhanmu?”
“ Itu dia Van yang bikin aku galau. Si Renata bilang mau
pikir-pikir dulu. Padahal pertandingan Spanyol lawan Italy kan tinggal beberapa
jam lagi?” ujar Deni dengan ekspresi harap-harap cemas.
“Kenapa nggak kamu telpon dan tanyain aja keputusannya
gimana?”
“ Aku takut Van! Tapi aku emang mau nanyain dia…”
“Udah cepet sana! Telepon sekarang juga! Biar kamu nggak
makin galau!” sahut Servan.
Deni segera bangkit berdiri dan menyingkir sekitar dua puluh
langkah dari meja Servan. Servan mengamatinya. Terlihat ekspresi Deni sesaat
terlihat suntuk. Servan sudah tahu, pasti Renata menolak ajakan taruhan Deni. Tapi
sesaat kemudian ekspresi Deni mulai terlihat tenang. Akhirnya Deni menutup
telepon. Kelihatannya Renata sudah memberikan keputusan. Deni berjalan mendekat
ke meja Servan kembali.
“Gimana Den?”
Deni tersenyum.
“Deal! Renata
setuju dengan taruhannya. Jadi di pertandingan Italy lawan Spanyol nanti, siapapun
yang menang atau yang kalah, aku tetap akan berpelukan dengan Renata…
Yeaaaaahhhhh!!!” ujar Deni sambil berjingkrak-jingkrak.
Servan makin shock, sekaligus memuji kecerdikan Deni.
"EURO CUP 2012, Italy
vs Spain, Who Ever loses, I Win!” ujar Deni dengan bangga dan kegirangan.
Servan ingin mengajak taruhan Deni, jika Renata jadi
berpelukan dengan Deni, Servan akan nraktir Deni. Tapi jika Renata membatalkan
kesepakatan taruhan untuk berpelukan, Deni harus nraktir Servan. Tapi Servan nggak
ingin Deni mengira ia sirik padanya. Servan berdiri dan menyalami Deni yang
masih berjingkrak-jingkrak kegirangan, tanpa peduli orang-orang di sekitar kafe
memandanginya dengan terheran-heran.
TAMAT.